BAB I
PENDAHULUAN
Pengetahuan adalah hasil dari pemikiran, Pengetahua (knowledge)
bisa berubah menjadi ilmu (science). Ilmu adalah susunan dari
pengetahuan yang mepersoalkan bagian tertentu dari alam.Pada tingkat hewan, pengetahuan itu dibawa
oleh dorongan hidup dan insting. Pada
tingkat manusia yang berbudi, pengetahuam itu pertama diperoleh dari pengalaman
dan kedua dengan usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk mengetahui dengan
obyektif alam sekitr berdasarkan penyelidikan
dan pembentkan konsep-konsep yang rasional. Yaitu tunduk pada hukum logika dan
dirumuskan dengan matematik. Memang
pengetahuan itu mempunyi manfaat yang amat besar bagi umat manusia karena
dengan berpengetahuan manusia itu menjadi lebih mengerti. Pengetahunan yang
diperoleh sedemikian itu pada umumnya telah memberikan jaminan akan kepastian
yang lebih besar. Yang lebih tingi dibandingkan dengan dengan kepastian hayati yang dipunyai
oleh hewan yang mengadakan reaksi secara naluriah. Manusia dengan seganap kemampuan
kemanusiaanya seperti perasaan, pikiran, pengalaman dalam kehidupanya dan
pengaptrasikan tersebut daklam dirinya dalam berbagaio bentuk ketahuan,
seumpamanya kebiasaan,akal sehat seni sejarah dan filsafat.
Perolehan pengetahuan seperti itulah yang telah membuat
manusia menjadi lebih mengerti. Dengan pengetahuan pula manusia dapat
meningkatkan taraf kehidupanya menjadi lebih tingi, lebih terhormat dan lebih
mulia dibandingkan dengan Hewan yang tidak mempunyai akal. Dengan pengetahuan
pula manusia dapat menciptakan sesuatu yang lebih modern seperti yang telah
kita ketahui sekarang ini, kehidupan sudah menjadi Jauh leebih baik. Seperti
ysng lita keetahui sekarang yang disebut Zaman moderndan lebih cangih. Namun apakah
kemajuaan yang lebih cangih seperti
itu selamanya akan tetap menguntungkan, istilah lainya ialah apakah tidak akan
mengarah pada hal-hal yang menyengsarakan umat manusia selanjutnya? Apakah ilmu
itu selamanya akan selalu berpihak pada kebaikan?
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa tahun yang lalu dunia dikejutkan oleh suatu peristiwa
yang baik bagi sejarah Amerika maupun dunia sangat mengerikan. Menara kembar World Trade
Center hancur ditabrak
pesawat American Airlines flight 11 yang dibajak oleh para “teroris”.
Diperkirakan 6000 jiwa melayang akibat serangan tersebut. Tragedi tanggal 11
September 2001 ini dinilai lebih buruk daripada penyerangan yang dilakukan oleh
Jepang dalam peristiwa Pearl
Harbour.
Berikutnya adalah serangan Amerika Serikat terhadap
Afganistan yang dituduh melindungi Osama Bin Laden, tersangka utama dalam
tragedi 11 September. Serangan yang diklaim oleh pihak AS sebagai “perang
melawan terorisme internasional” ini ternyata juga menimbulkan banyak korban
jiwa dan harta. Dalam “perang”
tersebut AS dan koalisinya mengandalkan serangan udara dengan jet-jet tempur
mutakhir dan rudal berteknologi canggih. Dengan keunggulan teknologinya AS
menjanjikan suatu serangan yang tepat sasaran, yaitu pada daerah-daerah
konsentrasi pasukan Taliban. Namun demikian, kecanggihan itu ternyata masih
juga mengakibatkan banyak nyawa masyarakat sipil melayang.
Berkaca dari dua peristiwa tersebut kiranya tak dapat
dipungkiri bahwa ada penyalahgunaan teknologi tinggi yang memakan begitu banyak
korban. Perkembangan teknologi yang makin mengarah pada kesempurnaan dan hasil
yang maksimal ternyata cenderung membahayakan sesama. Semakin tinggi teknologi,
semakin tinggi pula dampak negatif yang mungkin muncul. Teknologi yang diyakini
sebagai buah dari rasio manusia di sini menjadi salah satu perhatian etika
Zygmunt Bauman. Dihadapkan pada masalah modernitas dengan teknologi dan ilmu
pengetahuannya, bagaimanakah etika dewasa ini menanggapinya?
Setelah menyingung sedikit sebuah persoalan diatas, tentang
masalah keterpihakan Ilmu terhadap kebaikan yang ternyata juga telah
menimbulkan banyak sekali masalah yang tidak sesuai, maka timbulah sebuah
pertanyaan dimanakah letak keterpihakan ilmu. Apakah ilmu itu Netral? Artinya
tidak memihak pada kebaikan atau keburukan. Dan apakah ilmu itu tidak netral?
Netral biasanya diartikan tidak memihak. Dalam kata sain
netral pengertian itu juga terpakai. Artinya sain tidak memihak pada kebaikan
dan tidak juga pada kejahatan. Itulah sebabnya sain netral sain netral sering
diganti dengan istilah sain bebas nilai. Nah bebas nilai (value free) itulah yang
disebut sain netral; sedangkan lawanya adalah sain terikat, yaitu terikat nilai
(value bound). Sekarang manakah yang benar apakah sain seharusnya value free ataukahvalue bound? Apakah
sain itu seharusnya bebas nilai atau terikat nilai?
A.
Netralitas
ilmu dalam ontology
Ontologi adalah salah salah satu diantara
lapangan penyelidikan filsafat yang paling kuno, awal mula alam pikiran barat sudah menunjukan
munculnya perenungan dibidang ontologi.Apa yang ingin diketahui oleh ilmu, Atau
dengan lkata lain apakah yang menjadi telaah bidang kajian ilmu adalah hal-hal
yang dibahas ontology. Menurut jujun obyek penelaah ilmu mencakub seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh panca indr manusia dalam batas-batas tersebut
maka ilmu mempelajari obyek empiris. Karena dalam bidang ini kewenangan ilmu
hanya dalam batas empiris, maka ilmu itu netral, dan pada tataran ini pula
ilmuan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada
hakikatnya mengharuskan dia
menentukan sikap. Kenetralan atau
kebebasan ilmu yang dituntut tidak sama dengan ketidak terikatan mutlak, akan
tetapi kenetralan disini adalah diberlakukanya nilai khusus yang diwujudkan
ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tingi sebagai nilai, maka
kebenaran itu dikejar secara murni dan semua nilai lain dikesampingkan.
B.
Netralitas
ilmu dalam epistimologi.
Apa untungnya bila sain itu netral? Bila sain
itu kia angap netral, atau kita mengatakan bahwa sain sebaiknya netral netral
keuntunganya adalah perkembangan sain akan cepat terjadi. Karena tidak ada yang
menghambat atau menghalangi tatkala peneliti:
1. memilih dan menetapkan obyek yang hendak
diteliti
2. cara meneliti dan
3. tatkala mengunakan produk penelitian.
Orang yang mengangap sain tidak netral akan
dibatasi oleh nilai dalam:
1. memilih obyek penelitian
2. cara meneliti dan
3. mengunaka hasil penelitian.
Tatkala meneliti kerja jantung manusia,orang
yang beraliran sain itu tidak netral akan mengambil –mungkin- jantung kelinci
atau jantung hewan lainya yang paling mirip dengan manusia. Orang yang
beraliran sain netral mungkin akan mengambil
orang gelandangan untuk diambil jantungnya. Orang yang beraliran sain volue bound, dalam
epistimologi akan meneliti jantung itu. Tidak dengan menyakiti kelinci itu.sementara
orang yang mengikuti sainvolue
free tidak akan memperdulikan
obyek penelitian itu menderita atau tidak. Orang yang beraliran sain netral
akan mengunakan hasil penelitian itu secara bebas, sedangkan sedangkan orang yang bermahzab sain itu terikat akan
mengunakan produk itu hanya untuk kebaikan saja
C.
Netralitas
Ilmu dalam Aksiologi
Yang paling merugikan umat manusia adalah bila paham sain netral itu telah
menerapkan pemahamanya pada aspek aksiologi. Mereka dapat saja mengunakan hasil
penelitianya untuk keperluan apapun tanpa mempertimbangkan nilai.
Paham sain netral sebenarnya tidak telah melawan
atau menyimpangdari maksud penciptaan sain. Tadinya sain dibuat untuk membantu
manusia dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Paham ini sebenarnya telah
bermakna bahwa sain itu tidak netral,sain memihak pada kegunaan membantu menyelesaikan
kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Sementara itu paham sain netral terus
justru akan memberikan kesulitan bagi manusia menyelesaikan kesulitan yang dihadapi manusia. Kata kunci terletak
di aksiologi sain yaitu ini: tatkala
peneliti akan membuat teori, sebenarnya ia telah berniat membantu manusia
menyelesaikan masalah dalam kehidupanya, mengapa justru demikian temuanya dapat
menambah masalah bagi manusia? karena karena ia menganut sain netral padahal
sebenarnya seharusnya ia menganut sain yang tidak
netral.
Berdasarkan uraian sederhana diatas diatas
dapatkah ditarik kesimpulan bahwa yang paling bijaksana ialah kita memihak atau
memilih paham bahwa sain tidaklah
netral. Sain itu bagian dari dari kehidupan, sementara kehidupan itu secara keseluruhan
tidaklah netral.
Paham sain tidak netral adalah paham yang sesuai
dengan ajaran semua agama dan sesuai pula dengan niat ilmuan tatkala
menciptakan teori sain. Jadi sebenarnya tidak ada jalan bagi penganut sain
netral
D.
Siapa yang Salah ?
Kalau pengetahuan itu adalah untuk mencapai kebenaran,
mengapa dapat terjadi kesalahan dan mengapa manusia dapat keliru ? Secara umum
kesalahan dan kekeliruan bersinonim. Kesalahan (falsity) adalah istilah yang
merujuk kepada status dan kualitas di dalam hubungan antara subjek yang
mengetahui dan objek yang diketahui. Sedangkan kekeliruan (error) adalah
istilah yang menunjuk kepada actus, kepada kegiatan, aktivitas “mengetahui”
yang ungkapannya adalah pernyataan kognitif intelektual manusia. Jadi
kekeliruan terjadi dengan dibuatnya pernyataan yang di dalamnya terkandung
kesalahan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melelui
Proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan
ilmu dengan buah pikiran lainya. Atau dengan perkataan lain ilmu adalah
pengetahuan yang diperoleh melelui metode
keilmuan metode menurut sein sebagaimana dikutip jungyun, merupakan produser
atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai lagkah-langkah
yang sistematis. Metodologi merupakan suatu kajian dalam mempelajari peraturan-peraturan
yang terdapat dalam metode
ilmiah. Metode ini secara filsafati termasuk apa uyang diamakan
epistimologi.Epistimologi dalah pembahasan bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: Apakah
sumber-sumber pengetahuan?Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan
pengetahuan? Sampai mana mungkin pengetahuan yang ditangkap manusia.
Sebagaimana telah dinyatakan diatas, pengetahuan
merupakan kekuasaan yang pada dasarnya ditujukan untuk kemaslahatan manusia.
Masalahnya , seandainya seorang ilmuan dengan metode
ilmunya menemukan sesuatu yang menurutnya berbahaya
bagi kemaslahatan umat manusia apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia menyembunyikanya atau menyerahkan
kepada manusia dan berpegang pada prinsip kenetralan ilmu menghadapi masalah
ini , majalah fortune mengadakan angket yang yang ditujukan
pada para ilmuan amerika serikat. Hasilnya dari penelitian itu menunjuka
mayoritas ilmuan berkeyakinan tidak boleh menyembunyikanhasil penemuan apapun
juga dari masyarkat luas sewrta apapun juga bentuknya dari mayarakat luas serta
apapun juga akan menjadi konsekuensinya.
Kenetralan seorang ilmuan dalam hal ini
disebabkan anggapanya bahwa ilmu pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang
mengarah pada penemuan selanjutnya. Kemajuan
ilmu pengetahun tidak melelui loncatan loncatan yang tidak berketentuan
melainkan melalui proses kumulatif yang teratur. Dengan demikian usaha menyembunyikan kegiatan kegiatan kebenaran dalam kegiatan
ilmiah merupakan kerugian bagi
kemajuan ilmu pengetahuan seterusnya , dalam penemuan ini ilmu itu bersifat
netral. Dri aspek inilah pengetahuan terbebas dari aspek-aspek yang mengikat.
Seoarang
ilmuan tidak boleh memutar balikan penemuanya bila hipotesisnya yang dijunjung
tingi yang disusun diatas kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral
ternyata hancur berantaklan karena
bertentangan dengan fakta-fakta pengujian. Disini hitam dikatakan hitam dan
putih dikatakan putih apapun juga konsekuensinya bagi obyek moral yang
mendorong dia untuk melekukan penelaahnya, penyimpangan dalam hal ini merupakan
pelangaran moral yang sangat dikutuk dalam masyarakat ilmuan.
BAB III
PENUTUP
Persoalan netralitas sain sebenarnya bukanlah persoalan
sederhana yang dengan mudah kita sudah menganggapnya mengerti (taken for
granted). Persoalan ini penting sekali dijelaskan karena menyangkut persoalan
kehidupan manusia dalam berinteraksi secara langsung dengan ilmu pengetahuan,
di mana pengetahuannyalah yang akan mempengaruhi kehidupannya. Kesalahan
persepsi terhadap persoalan keilmuan terutama dasar-dasarnya dapat memberikan
pengaruh kesesatan pola berifikir termasuk proses kehidupannya yang dalam hal
ini Ilmu Pengetahuan dapat membahayakan umat manusia.
Dari pembahasan terdahulu, penulis sependapat dengan ide
bahwa ilmu itu tidaklah netral atau bebas nilai atau objektif. Ilmu hakikatnya
selalu terkait dengan berbagai kepentingan, nilai dan lainnya, baik pada
tataran ontologi, epistemolgi maupun aksiologisnya.
Selain didasarkan pada pendapat para ilmuwan yang menentang
netralitas ilmu, penulis juga berpendapat bahwa bagaimanapun ilmu pengetahuan
itu adalah berdiri dan terdiri dari bangunan teori. Bahwa teori-teori yang ada
berasal dari fakta-fakta objektif. Bahwa objektifitas fakta tidak dapat
diterangkan menjadi sebuah teori ketika unsur-unsur objektifitasnya berdiri
sendiri tanpa ada hubungannya dengan yang lain. Bahwa juga fakta itu sendiri
secara objektif telah memiliki nilainya yang melekat. Di mana nilai-nilai yang
melekat tersebut tidak berarti apa-apa bagi ilmu pengetahuan kecuali hanyalah
fenomena fakta yang tidak dapat dijelaskan kecuali menurut persepsi si
peneliti/pengamat. Bahwa peneliti/pengamat telah memiliki ukuran-ukuran nilai
yang mereka miliki.
Daftar Pustaka
1.
“Posisi
Ilmu Pengetahuan”.http://sipenulis.wordpress.com/2008/08/23/netralitas-sains/
2.
“Menyoal
Netralitis Sains”.http://www.khairulumam.co.cc/?p=25
3.
“Kebenaran dan Sifat-sifatnya V.S. Salah dan Keliru”. http://www.fkip-uninus.org
/index.php/artikel-fkip-uninus-bandung/artikel-umum/55-kebenaran-dan-sifat-sifatnya-vs-salah-dan-keliru
No comments:
Post a Comment