Sunday, October 15, 2017

Makalah isim marfu' mubtadak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Alasan Pemilihan Judul
Rosulullah SAW menganjurkan kepada umatnya untuk mencari ilmu. Salah satu ilmu yang diprioritaskan oleh beliau adalah ilmu bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan sabdanya :
 تعلموا العربية علمواها الناس
Artinya :
Pelajarilah ilmu bahasa Arab, dan ajarkanlah kepada para manusia.
Berdasarkan Hadits diatas secara tidak langsung kita seakan-akan diwajibkan untuk mempelajarinya. Berbicara tentang bahasa Arab tidak bisa lepas dari istilah Nahwu dan Shorof, keduanya merupakan hal pokok yang harus dikuasai sebelum mempelajari materi yang lain, dalam hal ini maksudnya Balaghoh, Mantiq, ilmu Arudl dan lain sebagainya.
Di dalam ilmu Nahwu ada dua hal yang sangat pokok. Yakni jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. Sayangnya di dalam karya tulis ilmiah ini penulis hanya akan membahas tentang jumlah Ismiyah saja, yang dalam istilah disebut ibtida’.
Sebagaimana arti dari Ibtida’ itu sendiri yaitu permulaan yang berarti tanpa memahami hal tersebut terlebih dahulu, kita tidak akan bisa memahami materi yang selanjutnya yang merupakan cabang atau pelengkap darinya.
1.2      Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1.   Studi Pustaka
2.   Melengkapinya dengan kitab yang lain yang lebih spesifik.
1.3      Rumusan Masalah
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mempunyai landasan-landasan yang terangkum di dalam rumusan masalah sebagai berikut :
1.  Apakah definisi Mubtada’ dan pembagian-pembagiannya ?
2.  Apakah pengertian Khobar beserta macam-macamnya ?
3.  Apa yang dinamakan Musawwigh dan macam-macamnya ?
4.  Kapan Khobar wajib diakhirkan dari Mubtada’ ?
5.  Kapan Mubtada’ dan Khobar boleh dibuang ?
6.  Kapan Mubtada’ dan Khobar wajib dibuang ?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis akan membahasnya dalam bab pembahasan setelah disusun sistematikanya.
1.4      Sistematika
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis berharap agar para pembaca bisa lebih mudah dalam mencari bab dan sub bab, maka disusunlah sistematika sebagai berikut :
1.   BAB I Pendahuluan, yang berisi :
.1      Alasan Pemilihan Judul
.2      Metode Penulisan
.3      Rumusan Masalah
.4      Sistematika
2.   BAB II Pembahasan, yang berisi :
2.1 Pembagian Mubtada’ beserta definisinya
2.2 Pengertian Khobar Mubtada’ beserta macam-macam khobar
2.3 Macam-macam Musawwigh
2.4 Tempat-tempat yang wajib diakhirkan Khobar dan Mubtada’
2.5 Tempat-tempat yang wajib mendahulukan khobar dan Mubtada’
2.6 Mubtada’ dan Khobar yang boleh dibuang
2.7 Tempat-tempat wajib membuang Khobar dan Mubtada’
3.   BAB III Penutup, yang berisi :
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
3.3 Daftar Pustaka


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pembagian Mubtada’ beserta Definisinya.
·        Pengertian Mubtada’
Mubtada’ ialah isim yang dibaca rofa’ yang disembunyikan dari amil-amil lafdhi,[1] dan ciri utama darinya ialah berada di awal kalimah. Contoh : محمد رسوالله
·        Pembagian Mubtada
-         Berdasarkan Bentuknya.
a.    Mubtada’ isim dhohir yang berarti mubtada’ tersebut terdiri dari isim dhohir. Contoh : الحمدلله
b.   Mubtada’ Isim Dhomir yang berarti mubtada’ tersebut terdiri dari isim dhomir (kata ganti). Contoh :   وهز لاسميع العليم
-         Berdasarkan Pasangannya.
a.    Mubtada’ Lahul Khobar مبتداء له الخبر
Yakni mubtada’ yang membutuhkan pada khobar (penjelas) untuk menyempurnakan faidahnya. Contoh : انا خلد
Hal ini merupakan bentuk yang paling umum (sering dijumpai dalam redaksi tulisan arab).
b.   Mubtada’ Lahul Marfu’ Sadda Masaddal Khobar مبتداء له امرفوع سد مبتداءالخبر
Yakni mubtada’ yang tidak membutuhkan khobar, akan tetapi membutuhkan fa’il yang berfungsi mengganti posisi kedudukan khobar.[2] Contoh : اقائم الزيدان
Dalam hal ini ada beberapa persyaratan diantaranya :
-         Bila ada Mubtada’ dan isim sifat (isim fa’il dan sebagainya) yang bersandingan dengan nafi atau atau istifham.
-         Kalimat sesudahnya ada isim yang dibaca rofa’ yang selain mufrod (tasfi’liyah atau jama’). Maka susunan kalimat tersebut yang pertama (isim sifat) ditarkib sebagai mubtada’ dan yang kedua atau kalimat sesudahnya ditarkib menjadi Fa’il Sadda Musaddal Khobar. Contoh : اقائم الزيدان
Contoh :
Namun selain hal-hal diatas masih ada ketentuan-ketentuan yang lain yang mana penulis sengaja tidak mencantumkan semuanya dengan tujuan agar para pembaca lebih mudah untuk memahaminya.

2.2       Pengertian Khobar Mubtada’ beserta macam-macamnya.
·        Pengertian Khobar Mubtada’
Khobar Mubtada’ ialah isim yang disandarkan pada mubtada’ yang menyempurnakan faidah bersama mubtada’,[3] contoh lafadz قائم  dalam susunan زيد قايئم. dengan kata lain khobar merupakan komponen penting yang hampir tidak bisa lepas dari mubtada’.
·        Macam-macam Khobar Mubtada’
a.    Khobar Mufrod  حبر مفرد
Ialah khobar yang tidak berupa jumlah. Walaupun berbentuk tasniyah atau jama’ contoh :     [4]المجتهدن المحمدان ، المختهد محمود
b.   Khobar Jumlah
Ialah Khobar yang berupa jumlah, baik fi’liyah maupun ismiyah. Contoh : Jumlah Fi’liyah = الحسن يعلى قدر صاحبه
Jumlah Ismiyah = العامل خلفه حسن
Dalam hal ini diisyaratkan khobar jumlah harus mempunyai dlomir yang kembali pada lafadznya mubtada’,[5] seperti pada contoh diatas.
c.    khobar syibhul jumlah
ialah khobar yang berupa susunan jer majrur (جر مجرور) atau dhorof madhruf (ظرف مظرف)
contoh: jer majrur: محمد فى البيت
dhorof madhruf:الاستاد امام الفصل

2.3       Macam – macam musawwigh
Sebelum kita mengetahui lebuh lanjut terlebih dahulu kita perlu mengerti arti dari musawwigh itu sendiri.
Musawwigh ialah sesuatu yang memperbolehkan mubtada’ dijadikan dari isim nakiro. Sebelumnya mubtada’ tidak boleh terdiri dari isim nakiroh. Karena syarat mubtada’ diantaranya adalah terbentuk ma’rifat, namun jika ada musawwigh, maka hukumnya menjadi boleh.
Diantara musawwigh tersebut antara lain:
a.    mubtada’ nakiroh yang disifati
contoh: رجل كريم عندنا
lafadz رخل Adalah nakiroh, namun karena disifati oleh lafadz كريم maka boleh dijadikan mubtada’.
b.   Mubtada’ nakiroh yang di idhofahkan dengan isim nakiroh yang lain.
Contoh:  غلام رجل فى البيت
c.    Mubtada’ nakiroh didahului nafi (hukum meniadakan)
Contoh:ما رجل حاضر
d.   Mubtada’ nakiroh yang wajib diakhirkan dari khobarnya sebab khobar terdiri dari jer majrur atau dhorof madhruf.[6]
Contoh: هل رجل فيكم؟
e.    mubtada’ nakiroh yang wajib diakhirkan dari khobarnya sebab khobar tediri dari jer majrur atau dhorof madruf
Contoh :في المسجد النسان
Sebenarnya masih ada sembilan musawwigh lagi yang oleh penulis sengaja tidak mencantumkan kesemuanya, Karena yang telah disebutkan diatas adalah bentuk – bentuk yang paling umum.
2.4       Tempat – tempat yang wajib diakhirkannya khobar dari mubtada’
Diantara tempat – tempat tersebut adalah:
a.    ketika mubtada’ berupa isim – isim yang harus berada di awal kalimah seperti isim syarat, istifham dan lain – lain.
Contoh: ومن يعمل مثقال ذرة خير يره
b.   mubtada’ bersamaan dengan lam ibtida’
contoh:ويعبد مؤمن خير من مشرك
c.    mubtada’ diringkas denganإلآ atau إنما
contoh: انما انت نذير، وما محمد الارسول[7]

2.5       Tempat – tempat wajib mendahulukan khobar dari mubtada’.
Pada dasarnya mubtada’ harus berada diawal kalimat (mendahului khobar) akan tetapi pada tempat – tempat tertentu khobar wajib didahulukan, diantaranya:
a.    jika mubtada’ berupa nakiroh dan khobar berupa jer majrur atau dhorof madruf. Contoh: فى الدار رجل [8]
b.   jika khobar berupa isim istifham
contoh:كيف حلك؟
c.    bila mubtada’ mengandung dlomir yang kembali pada lafadznya khobar.
contoh: فى الدر صحبها
d.   bila khobar diringkas dengan mubtada’ dengan menggunakan lafadz إلآ atau إنما
contoh :  مل خلق الا الله[9]

2.6       Mubtada’ dan khobar yang boleh dibuang
v Mubtada’ boleh dibuang jika ada dalil (petunjuk) yang menunjukkannya. Diantaranya adalah:
a.    Menjadi jawab dari suatu pertayaan.
Contoh: lafadz مجتهد (khobar) dari pertanyaan كيف سعيد؟
Yang asalnyaهو مجتهد
b.   Mubtada’ masdar dari fiil yang jatuh sebelumnya.
Contoh: من عمل صلحا فلنفسه  asalnya وعمله لنفسه
c.    Sudah maklum atau sudah jelas.[10]
Contoh:  سورة انزلناasalnya هده سورة
v Khobar boleh dibuang jika:
a.    Menjadi jawab dari pertanyaan
contoh: زهير dari pertanyaan من مختهد؟
زهيرمجتهد                          
b.   jika sudah jelas
contoh:ضر        خرجت فاذا الاسد   فاذا الاسد حا
c.    khobar mubtada’ sama dengan khobar yang jatuh sebelumnya[11]
contoh: وظلها دائم          اكلها دائم وظلها

2.7       Tempat – tempat wajib membuang khobar dan mubtada’
v Wajib membuang mubtada’ jika :
a.    jika ditunjukkan oleh jawabnya qosam (sumpah)
contoh: في دعتى عهد       في ذمتى لأفعلن كذا
b.   jika khobarnya berupa masdar yang menggantikan (beramal sebagaimana)fi’ilnya.
Contoh:صبري صبرجميل    ا ى        صبر جميل   
c.    jika khobarnya menjadi mahsus (مخصوص) dari ……
contoh:هو ابو طالب         اى             نعم الررل هوابو طالب     
d.   jika khobar yang asalnya naat yang diputus dari sifat naatnya di dalam menunjukkan rijian, celaan, atau kasihan.
Contoh:حذ يجة زهير الكريم  Asalnyaهو الكريم
Yang mana lafadz  الكريم itu bisa ditarkib sebagai maf’ul bih dari fi’il yang dibuang yakni lafadz امدح[12]
v wajib membuang khobar jika :
a.    jika menunjukkan pada sifat yang mutlak dengan kata lain sudah umum.
Contoh:الكرسى كائن فى البيت       اى       الكرسى فى البيت
b.   bila menjadi khobar mubtada’ yang shorih didalam Qosam.
Contoh:لعمرك لأفعلن  يعمرك قسمى       اى    ل
c.    jika mubtada’ berupa masdar atau isim tafdil yang mudhof pada masdar.
Contoh: تاءديبى الغلام حاصل عند اسائته       اى تاءد يبىالغلام
d.   jika khobar jatuh setelah wawu muta’ayyin (menjelaskan) yang bermakana ”bersamaan”.[13]
Contoh:كل مرء فعله مقترنان          اى       كل امرء وما فعل     

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
a.    Ibtida’ atau jumlah ismiyah adalah salah satu hal yang terpokok dalam kaidah bahasa arab.
b.   Mubtada’ itu mempunyai pembagian – pembagian berdasarkan bentuk dan pasangan atau pelengkapnya.
c.    Demikian juga khobar mubtada’ terbagi menjadi beberapa bagian.
d.   Ketika susunan tidak sesuai dengan persyaratan ada musawwigh sebagai jalan keluarnya.
e.     Khobar ada yang wajib didahulukan adari mubtada’nya.
f.     Mubtada’ dan khobarnya ada yang boleh dibuang.
g.    Mubtada’ dan khobarnya ada yang wajib dibuang.

3.2       Saran
Para pembaca yang budiman, penulis menginginkan karya tulis ilmiyah ini dapat bermanfaat dan biasa menjadi shodaqoh jariyah baginya oleh karena itu pelajarilah tuliasan – tulisan ini dengan landasan rasa cinta kepada ilmu agama agar para pembaca dimudahkan oleh Allah SWT dalam memahaminya.
Dan yang terpenting tulisan ini tidaklah sepi dari kesalahan dan kekeliruan. Oleh karenanya penulis memohon dari pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya untuk lebih menyempurnakan isi dari karya ilmiyah ini.

3.3       Daftar Pustaka
·        Ahmad Al Fakihi, Abdulllah, Al Fawakihul Janiyah, Al- Hidayah: Surabaya.
·        Al – Ghoyyani, Musthofa, 2008, Jami’ud Durus Atobiyyah, Maktabah As- Syuruq Dauliyyah: Mesir.



[1] Syaikh Abdullah bin Ahmad, Alfawakihul Janiyah, (Surabaya : Al Hidayah), 42
[2] Ibid, 42
[3] Syaikh Mustofa A., Jami’udduras (Maktabah As-Syuruq Dauliah), 448
[4] Ibid, 455
[5] Ibid, 456
[6] Ibid, 447
[7] Ibid, 448
[8] Ibid, 460
[9] Ibid , 460 - 461
[10] Ibid, 551
[11] Ibid, 452 - 453
12 ibid , 451
[13] Ibid, 453

No comments:

Post a Comment