BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan
Pemilihan Judul
Rosulullah SAW menganjurkan
kepada umatnya untuk mencari ilmu. Salah satu ilmu yang diprioritaskan oleh
beliau adalah ilmu bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan sabdanya :
تعلموا العربية علمواها الناس
Artinya :
Pelajarilah ilmu bahasa Arab,
dan ajarkanlah kepada para manusia.
Berdasarkan Hadits diatas
secara tidak langsung kita seakan-akan diwajibkan untuk mempelajarinya.
Berbicara tentang bahasa Arab tidak bisa lepas dari istilah Nahwu dan Shorof,
keduanya merupakan hal pokok yang harus dikuasai sebelum mempelajari materi
yang lain, dalam hal ini maksudnya Balaghoh, Mantiq, ilmu Arudl dan lain
sebagainya.
Di dalam ilmu Nahwu ada dua
hal yang sangat pokok. Yakni jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. Sayangnya di
dalam karya tulis ilmiah ini penulis hanya akan membahas tentang jumlah Ismiyah
saja, yang dalam istilah disebut ibtida’.
Sebagaimana arti dari Ibtida’
itu sendiri yaitu permulaan yang berarti tanpa memahami hal tersebut terlebih
dahulu, kita tidak akan bisa memahami materi yang selanjutnya yang merupakan
cabang atau pelengkap darinya.
1.2 Metode
Penulisan
Dalam penulisan karya tulis
ilmiah ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Studi
Pustaka
2. Melengkapinya
dengan kitab yang lain yang lebih spesifik.
1.3 Rumusan
Masalah
Dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini, penulis mempunyai landasan-landasan yang terangkum di dalam rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah
definisi Mubtada’ dan pembagian-pembagiannya ?
2. Apakah
pengertian Khobar beserta macam-macamnya ?
3. Apa
yang dinamakan Musawwigh dan macam-macamnya ?
4. Kapan
Khobar wajib diakhirkan dari Mubtada’ ?
5. Kapan
Mubtada’ dan Khobar boleh dibuang ?
6. Kapan
Mubtada’ dan Khobar wajib dibuang ?
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, penulis akan membahasnya dalam bab pembahasan setelah disusun
sistematikanya.
1.4 Sistematika
Dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini, penulis berharap agar para pembaca bisa lebih mudah dalam mencari
bab dan sub bab, maka disusunlah sistematika sebagai berikut :
1. BAB
I Pendahuluan, yang berisi :
.1 Alasan
Pemilihan Judul
.2 Metode
Penulisan
.3 Rumusan
Masalah
.4 Sistematika
2. BAB
II Pembahasan, yang berisi :
2.1 Pembagian
Mubtada’ beserta definisinya
2.2 Pengertian
Khobar Mubtada’ beserta macam-macam khobar
2.3 Macam-macam
Musawwigh
2.4 Tempat-tempat
yang wajib diakhirkan Khobar dan Mubtada’
2.5 Tempat-tempat
yang wajib mendahulukan khobar dan Mubtada’
2.6 Mubtada’
dan Khobar yang boleh dibuang
2.7 Tempat-tempat
wajib membuang Khobar dan Mubtada’
3. BAB
III Penutup, yang berisi :
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
3.3 Daftar
Pustaka
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pembagian
Mubtada’ beserta Definisinya.
·
Pengertian
Mubtada’
Mubtada’ ialah isim yang
dibaca rofa’ yang disembunyikan dari amil-amil lafdhi,[1]
dan ciri utama darinya ialah berada di awal kalimah. Contoh : محمد رسوالله
·
Pembagian Mubtada
-
Berdasarkan
Bentuknya.
a. Mubtada’
isim dhohir yang berarti mubtada’ tersebut terdiri dari isim dhohir. Contoh : الحمدلله
b. Mubtada’
Isim Dhomir yang berarti mubtada’ tersebut terdiri dari isim dhomir (kata
ganti). Contoh : وهز لاسميع العليم
-
Berdasarkan Pasangannya.
a. Mubtada’
Lahul Khobar مبتداء له الخبر
Yakni mubtada’ yang membutuhkan pada khobar
(penjelas) untuk menyempurnakan faidahnya. Contoh : انا خلد
Hal ini merupakan bentuk yang paling umum
(sering dijumpai dalam redaksi tulisan arab).
b. Mubtada’
Lahul Marfu’ Sadda Masaddal Khobar مبتداء
له امرفوع سد مبتداءالخبر
Yakni mubtada’ yang tidak membutuhkan khobar,
akan tetapi membutuhkan fa’il yang berfungsi mengganti posisi kedudukan khobar.[2]
Contoh : اقائم
الزيدان
Dalam hal ini ada beberapa persyaratan diantaranya
:
-
Bila ada Mubtada’ dan
isim sifat (isim fa’il dan sebagainya) yang bersandingan dengan nafi atau atau
istifham.
-
Kalimat sesudahnya
ada isim yang dibaca rofa’ yang selain mufrod (tasfi’liyah atau jama’). Maka
susunan kalimat tersebut yang pertama (isim sifat) ditarkib sebagai mubtada’
dan yang kedua atau kalimat sesudahnya ditarkib menjadi Fa’il Sadda Musaddal
Khobar. Contoh : اقائم
الزيدان
Contoh :
Namun selain hal-hal diatas masih ada
ketentuan-ketentuan yang lain yang mana penulis sengaja tidak mencantumkan
semuanya dengan tujuan agar para pembaca lebih mudah untuk memahaminya.
2.2 Pengertian
Khobar Mubtada’ beserta macam-macamnya.
·
Pengertian Khobar
Mubtada’
Khobar Mubtada’ ialah isim
yang disandarkan pada mubtada’ yang menyempurnakan faidah bersama mubtada’,[3]
contoh lafadz قائم dalam
susunan زيد قايئم.
dengan kata lain khobar merupakan komponen penting yang hampir tidak bisa lepas
dari mubtada’.
·
Macam-macam Khobar
Mubtada’
a. Khobar
Mufrod حبر
مفرد
Ialah khobar yang tidak berupa jumlah. Walaupun
berbentuk tasniyah atau jama’ contoh : [4]المجتهدن
المحمدان ، المختهد محمود
b. Khobar
Jumlah
Ialah Khobar yang berupa jumlah, baik fi’liyah
maupun ismiyah. Contoh : Jumlah Fi’liyah = الحسن يعلى قدر صاحبه
Jumlah Ismiyah = العامل خلفه حسن
Dalam hal ini diisyaratkan khobar jumlah harus
mempunyai dlomir yang kembali pada lafadznya mubtada’,[5]
seperti pada contoh diatas.
c. khobar
syibhul jumlah
ialah khobar yang berupa
susunan jer majrur (جر مجرور) atau dhorof madhruf (ظرف
مظرف)
contoh: jer majrur: محمد
فى البيت
dhorof madhruf:الاستاد امام الفصل
2.3 Macam
– macam musawwigh
Sebelum kita mengetahui lebuh
lanjut terlebih dahulu kita perlu mengerti arti dari musawwigh itu sendiri.
Musawwigh ialah sesuatu yang
memperbolehkan mubtada’ dijadikan dari isim nakiro. Sebelumnya mubtada’ tidak
boleh terdiri dari isim nakiroh. Karena syarat mubtada’ diantaranya adalah
terbentuk ma’rifat, namun jika ada musawwigh, maka hukumnya menjadi
boleh.
Diantara musawwigh tersebut antara lain:
a. mubtada’
nakiroh yang disifati
contoh: رجل
كريم عندنا
lafadz رخل Adalah nakiroh, namun karena disifati oleh lafadz كريم
maka boleh dijadikan mubtada’.
b. Mubtada’
nakiroh yang di idhofahkan dengan isim nakiroh yang lain.
Contoh: غلام رجل فى البيت
c. Mubtada’
nakiroh didahului nafi (hukum meniadakan)
Contoh:ما
رجل حاضر
d. Mubtada’
nakiroh yang wajib diakhirkan dari khobarnya sebab khobar terdiri dari jer
majrur atau dhorof madhruf.[6]
Contoh: هل
رجل فيكم؟
e.
mubtada’
nakiroh yang wajib diakhirkan dari khobarnya sebab khobar tediri dari jer
majrur atau dhorof madruf
Contoh :في المسجد
النسان
Sebenarnya masih ada sembilan musawwigh lagi yang oleh
penulis sengaja tidak mencantumkan kesemuanya, Karena yang telah disebutkan diatas adalah
bentuk – bentuk yang paling umum.
2.4 Tempat
– tempat yang wajib diakhirkannya khobar dari mubtada’
Diantara tempat – tempat tersebut adalah:
a. ketika
mubtada’ berupa isim – isim yang harus berada di awal kalimah seperti isim
syarat, istifham dan lain – lain.
Contoh: ومن يعمل مثقال ذرة خير يره
b. mubtada’
bersamaan dengan lam ibtida’
contoh:ويعبد
مؤمن خير من مشرك
c. mubtada’
diringkas denganإلآ atau إنما
2.5 Tempat
– tempat wajib mendahulukan khobar dari mubtada’.
Pada dasarnya mubtada’ harus
berada diawal kalimat (mendahului khobar) akan tetapi pada tempat – tempat
tertentu khobar wajib didahulukan, diantaranya:
a. jika
mubtada’ berupa nakiroh dan khobar berupa jer majrur atau dhorof madruf.
Contoh: فى الدار رجل [8]
b. jika
khobar berupa isim istifham
contoh:كيف
حلك؟
c. bila
mubtada’ mengandung dlomir yang kembali pada lafadznya khobar.
contoh: فى
الدر صحبها
d. bila
khobar diringkas dengan mubtada’ dengan menggunakan lafadz إلآ
atau إنما
2.6 Mubtada’
dan khobar yang boleh dibuang
v Mubtada’
boleh dibuang jika ada dalil (petunjuk) yang menunjukkannya. Diantaranya
adalah:
a. Menjadi
jawab dari suatu pertayaan.
Contoh: lafadz مجتهد (khobar) dari pertanyaan كيف
سعيد؟
Yang asalnyaهو
مجتهد
b. Mubtada’
masdar dari fiil yang jatuh sebelumnya.
Contoh: من
عمل صلحا فلنفسه asalnya
وعمله لنفسه
c. Sudah
maklum atau sudah jelas.[10]
Contoh: سورة انزلناasalnya
هده سورة
v Khobar
boleh dibuang jika:
a. Menjadi
jawab dari pertanyaan
contoh: زهير dari pertanyaan من
مختهد؟
زهيرمجتهد
b. jika
sudah jelas
contoh:ضر خرجت فاذا الاسد فاذا الاسد حا
c. khobar
mubtada’ sama dengan khobar yang jatuh sebelumnya[11]
contoh: وظلها
دائم اكلها دائم وظلها
2.7 Tempat
– tempat wajib membuang khobar dan mubtada’
v Wajib
membuang mubtada’ jika :
a. jika
ditunjukkan oleh jawabnya qosam (sumpah)
contoh: في دعتى عهد في ذمتى
لأفعلن كذا
b. jika
khobarnya berupa masdar yang menggantikan (beramal sebagaimana)fi’ilnya.
Contoh:صبري
صبرجميل ا ى صبر جميل
c. jika
khobarnya menjadi mahsus (مخصوص) dari ……
contoh:هو
ابو طالب اى نعم الررل هوابو طالب
d. jika
khobar yang asalnya naat yang diputus dari sifat naatnya di dalam menunjukkan
rijian, celaan, atau kasihan.
Contoh:حذ
يجة زهير الكريم Asalnyaهو
الكريم
Yang mana lafadz الكريم itu bisa ditarkib sebagai maf’ul bih dari fi’il yang dibuang
yakni lafadz امدح[12]
v wajib
membuang khobar jika :
a. jika
menunjukkan pada sifat yang mutlak dengan kata lain sudah umum.
Contoh:الكرسى
كائن فى البيت اى الكرسى فى البيت
b. bila
menjadi khobar mubtada’ yang shorih didalam Qosam.
Contoh:لعمرك
لأفعلن يعمرك قسمى اى
ل
c. jika
mubtada’ berupa masdar atau isim tafdil yang mudhof pada masdar.
Contoh: تاءديبى
الغلام حاصل عند اسائته اى تاءد
يبىالغلام
d. jika
khobar jatuh setelah wawu muta’ayyin (menjelaskan) yang bermakana ”bersamaan”.[13]
Contoh:كل
مرء فعله مقترنان اى كل امرء وما فعل
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Ibtida’
atau jumlah ismiyah adalah salah satu hal yang terpokok dalam kaidah bahasa
arab.
b. Mubtada’
itu mempunyai pembagian – pembagian berdasarkan bentuk dan pasangan atau
pelengkapnya.
c. Demikian
juga khobar mubtada’ terbagi menjadi beberapa bagian.
d. Ketika
susunan tidak sesuai dengan persyaratan ada musawwigh sebagai jalan keluarnya.
e. Khobar ada yang wajib didahulukan adari
mubtada’nya.
f. Mubtada’
dan khobarnya ada yang boleh dibuang.
g. Mubtada’
dan khobarnya ada yang wajib dibuang.
3.2 Saran
Para pembaca yang budiman,
penulis menginginkan karya tulis ilmiyah ini dapat bermanfaat dan biasa menjadi
shodaqoh jariyah baginya oleh karena itu pelajarilah tuliasan – tulisan ini
dengan landasan rasa cinta kepada ilmu agama agar para pembaca dimudahkan oleh
Allah SWT dalam memahaminya.
Dan yang terpenting tulisan
ini tidaklah sepi dari kesalahan dan kekeliruan. Oleh karenanya penulis memohon
dari pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya untuk lebih menyempurnakan
isi dari karya ilmiyah ini.
3.3 Daftar
Pustaka
·
Ahmad Al Fakihi,
Abdulllah, Al Fawakihul Janiyah, Al- Hidayah: Surabaya.
·
Al – Ghoyyani,
Musthofa, 2008, Jami’ud Durus Atobiyyah, Maktabah As- Syuruq Dauliyyah:
Mesir.
[1] Syaikh Abdullah bin Ahmad, Alfawakihul Janiyah, (Surabaya : Al Hidayah),
42
[2] Ibid, 42
[3] Syaikh Mustofa A., Jami’udduras (Maktabah As-Syuruq
Dauliah), 448
[4] Ibid, 455
[5] Ibid, 456
[6] Ibid, 447
[7] Ibid, 448
[8] Ibid, 460
[9] Ibid , 460 - 461
[10] Ibid, 551
[11] Ibid, 452 - 453
[13] Ibid, 453
No comments:
Post a Comment